Refleksi

Merdekakah Kita?

By: elza faiz

62 tahun sudah usia kemerdekaan kita. ironinya sampai hari ini masih banyak rakyat yang tetap tertindas dan terlunta-lunta ditanah tumpah darahnya sendiri. Kekayaan alam yang dimiliki sepertinya tak pernah berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyatnya. sementara perjuangan para founding father's mengusir penjajahpun justru di khianati para penerusnya dengan mengundang 'penjajah-penjajah' dalam wajah baru yang menguasai potensi alam indonesia. Kasus Freeport, blok cepu dll. adalah rujukan empirisnya. Yang terbaru adalah kebijakan pemerintah yang mengeluarkan PP No 2/2008, yang menyewakan hutan dengan bandrol hanya Rp.300 perak/ meter kubik.
Fenomena itu mentahbiskan satu realita mencengangkan, bahwa terhadap rakyatnya sendiri pemerintah bersikap arogan. Sementara buat kepentingan asing pemerintah justru tunduk dan jadi pelayan yang tingkat kepatuhannya nyaris 100 persen. Tidaklah mengherankan bila makna kemerdekaan itu ditanyakan pada pedagang kaki lima yang tempat dagangannya digusur paksa, warung yang dirobohkan, korban lumpur sidoarjo yang masih terkatung-katung, buruh yang di eksploitasi, maka makna kemerdekaan bagi mereka hanyalah omong kosong. bagi mereka kemerdekaan tidak lebih sebagai fakta sejarah belaka.
Potret ironi kemerdekaan itu semakin menemukan bentuknya ketika setiap hari rakyat miskin masih dan selalu menjadi obyek derita dari semua sandiwara elite kekuasaan. Kemiskinannya menjadi komoditas yang diperjual belikan untuk keuntungan tertentu. ini semua dilakukan dalam kondisi yang dinamakan merdeka.
Sungguh makna kemerdekaan akan terasa sempit bila hanya merdeka dari para penjajah pada 17 Agustus 1945. seolah setelah kemerdekaan kita tak lagi punya musuh bersama atau tak ada lagi yang bisa dijadikan musuh bersama.

0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds